Siapa si yang tidak mengenal tari sintren, pasti semua orang mengnalnya terutama di wilayah kita sendiri yaitu di Indramayu, tari sintren ini merupakan tarian tradisional atau bisa disebut juga denga kesenian yang ada di Jawa Barat. Kesenian ini akan terkenal dengan tariannya yang gemulai dan dapat memikat hati para penonton khususnya kalangan laki-laki yang menyukai tarian tersebut.
Sebelum kita membahas tari sintren sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apasi maknannya tari itu tersendiri?. Tari adalah ungkapan perasaan jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah dan diiringi musik.Sedangkan Sintren adalah tarian yang peran utamanya  dipegang gadis belasan tahun, dibantu oleh gadis lain sebagai pengiring nyanyian. Jadi tari sintren adalah ungkapan perasaan jiwa manusia yang diungkapkan melaui gerak ritmis yang peran utamanya  dalam tari sintren ini ialah seorang gadis yang berusia belasan tahun dan dibantu oleh gadis-gadis lain sebagai pengiring dan diiring alunan musik.

Dari segi asal usul bahasa atau etimologi, “sintren” merupakan gabungan dua suku kata “Si” dan “tren”. Si dalam bahasa Jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren” berarti “tri” atau panggilan dari kata “putri” (Sugiarto, 1989:15). Sehingga Sintren adalah ” Si putri” yang menjadi objek pemeran utama dalam pertunjukan kesenian sintren ini.
Sintren merupakan tari tradisional yang berasal dari pesisir utara pantai Jawa Barat dan Jawa Tengah. Daerah persebaran kesenian ini diantaranya di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jati Barang, Brebes, Pemalang, Banyumas dan Pekalongan. Sintren dikenal juga dengan nama lain yaitu lais. Kesenian sintren ini sebenarnya merupakan tarian mistis, karena di dalam ritualnya mulai dari permulaan hingga akhir pertunjukan banyak ritual magis untuk memanggil roh atau dewa, agar kesenian ini semakin memiliki sensasi seni yang kuat dan unik.
Asal mula munculnya kesenian ini, tidak terlepas dari sebuah cerita yang melatar belakangi kesenian ini. Yang menceritakan tentang kisah percintaan Ki Joko Bahu (Bahurekso) dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung Raja Mataram. Untuk memisahkan cinta keduanya, Sultan Agung memerintahkan Bahurekso menyerang VOC di Batavia. Bahurekso melaksanakan titah Raja berangkat ke Batavia dengan menggunakan perahu Kaladita (Kala-Adi-Duta). Saat berpisah dengan Rantamsari itulah, Bahurekso memberikan sapu tangan sebagai tanda cinta. Tak lama terdengar kabar bahwa Bahurekso gugur dalam medan peperangan, sehingga Rantamsari begitu sedih mendengar orang yang dicintai dan dikasihi sudah mati. Terdorong rasa cintanya yang begitu besar dan tulus, maka Rantamsari berusaha melacak jejak gugurnya Bahurekso. Melalui perjalan sepanjang wilayah pantai utara Rantamsari menyamar menjadi seorang penari sintren dengan nama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan pemberian Ki Bahurekso akhirnya Dewi Rantamsari dapat bertemu Ki Bahurekso yang sebenarnya masih hidup. Karena kegagalan Bahurekso menyerang Batavia dan pasukannya banyak yang gugur, maka Bahurekso tidak berani kembali ke Mataram, melainkan pulang ke Pekalongan bersama Dewi Rantamsari dengan maksud melanjutkan pertapaannya untuk menambah kesaktian dan kekuatannya guna menyerang Batavia lain waktu. Sejak itu Dewi Rantamsari dapat hidup bersama dengan Ki Bahurekso hingga akhir hayatnya. Itulah sedikit penggalan asal-usul tari sintren yang selama ini sering kita dengar.              
Ada beberapa istilah dalam kesenian sintren. Yang pertama adalah paripurna. Yaitu tahapan menjadikan sintren yang dilakukan oleh Pawang, dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 (empat) orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Berikut tahapan-tahapan tari sintren sebelum pementasan yaitu sebagai berikut:
1.       Tahap Pertama, pawang memegang kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra, selanjutnya calon penari sintren diikat dengan tali yang dililitakan ke seluruh tubuh.
2.       Tahap kedua, calon penari sintren dimasukkan kedalam sangkar ayam sambil membawa busana sintren dan pelengkapan merias wajah, beberapa saat kemudia setelah sangakar dibuka sintren sudah berdandan dan badanya terikat tali kemudian sangkar ditutup kembali.
3.       Dan tahap terakhir, setelah ada tanda sangkar bergetar maka sangkar itu dibuka kembali, sintren sudah terlepas dari ikatannya dan sintren siap untuk menari.
Istilah yang kedua adalah  balangan (Jawa : mbalang). Balangan yaitu pada saat penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar sesuatu ke arah penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan jatuh pingsan. Pada saat itu, pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu kedua tangan penari sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskan dengan mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari datang lagi sehingga penari sintren dapat melanjutkan menari lagi. Kemudian, penonton yang melemparkan uang tersebut diperbolehkan untuk menari dengan sintren.
Dan istilah yang ketiga adalah adalah istilah temohan. Temohan adalah penari sintren dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya.
Kesenian tari sintern ini meruapakan tarian turun temurun yang diwariskan oleh leleuhur kita singga tarian sintren ini masih melekat dihati para penikmat tarian tersebut. Waktu zaman dahulu kostum yang digunakan dalam tarian sintren ini menggunakan kebaya, dikarenakan kebaya merupakan busana yang setiap harinya selalu dipakai oleh wanita yang hidup di desa. Perengkapn-perlengkapan saat pementasan biasanya penari sintren menggunakan celana cinde, kain atau jarit sebagai model busana jawa, kacamata hitam, sabuk, dan sebagainya yang dianggap pelengkap saat pementasan.Seiring dengan perkembangan zaman busana yang dikenakan para penari sintren saat pementasan itu tidak lagi menggunakan kebaya.
Kesenian tari sintern juga diiring dengan alat musik tradisional diantaranya : Gamelan, angklung, sasando, gambang kromong, marawis, dan keroncong.Kesenian ini bertujuan untuk menghibur dan yang tidak kalah pentingnya untuk mempererat sialturahmi anara wargnya. Akan disayangkan kesenian tari sintern pada saat itu kurang sekali diminati oleh warga terutama kalangan anak muda, sehingga tari sintren ini dari hari kehari mulai mengikis seakan-akan tenggelam terbawa oleh zaman.
Tetapi mulai sekarang bagi penikmat tari sintren tidak usah khawatir karena tari sintren yang dulunya dianggap tarian yang tidak menarik apalagi iringan musiknya yang kurang enak didengar atau beranggapan bahwa musiknya membuat mata menjadi mengantuk, dengan perkembangan zaman yang semakin moderen, mulai sekaran tari sintren  berubah menjadi tarian yang digemari semuah kalangangan masyrakat khususunya masyarakat Indramayu karena iringan musik tarian sintren ini diolah kembali dengan diganti  musik organ tunggal  atau orkes yang membuat semua kalangan itu semakin tertaik dan semakin menikmati bukan hanya musiknya saja melainkan juga dengan busana yang mereka kenakan juga yang dulunya kebaya sekarang diganti dengan busana golek atau bisa juga di sebut baju tanpa lengan yang lebih yentrik.
Pertunjukan  sintren awalnya disajikan pada waktu sunyi pada malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena di dalam kesenian sintren terdapat ritual dan gerakan yang sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menjadi satu dengan penari sintren. Mulai sekaran pertunjukan trai sintre ini bisa juga untuk memeriahkan acara khitanan, pernikahan, atau acara-acara lainnya. Waktu pementasan tari sintren juga bisa dimulai dari pukul 8 samapi pukul 12 malam. Dibawah ini terdapat gambar tari sintren yang diiring musik tradisional dengan tari sintren yang diiring dengan musik dangdut/modern:
1.       Penari sinteren dengan pendamping yang berpakaian dan musik moderen.
2.       Penari sintren dengan pendamping yang berpakaian tradisional dan musik tradisional.

Yang membedakan dari kedua gambar tersebut ialah hanya alat musik yang moderen itu menggunakan alat musuk seperti piano, keybord sedangkan yang tradisional menggunakan alat musik gendang, gamelang, angkulung dan lainnya. Sedangkan pakaian yan mereka pakai juga berbeda, akan tetapi dengan gerakan tarian itu tidak ada bedanya semua sama dari awal pementasan sampai terakhir.